Monday 8 December 2014

Muharrom Penuh Asa (Puisi)



MUHARROM PENUH ASA

Bulan yang penuh berkah,
Ku tahan lapar dahaga,
Agar ku dapat rahmah,
Agar ku dapat pahala.

Muharrom yang mulia,
Bulan yang ku puja,
Sehari ku berpuasa,
Bagaikan puasa 30 hari pahalanya.

Muharrom penuh maghfiroh,
Bagi muslim yang mau berpuasa,
Dosa-dosa kecil setahun lamanya,
Kan pupus kan sirna.

Ya Allah... 
Berilah aku hidayah,
Agar kelak dapat ku rasa,
Nikmat surga-Mu yang indah.



Siluet Muharrom (Puisi)



SILUET MUHARROM
 
Muharrom....
Bulan penuh kejayaan

Teringat kisah
Dari seorang Nabi Musa
Nabi penuh sejarah
Dari negri Mesir sana

Kala Fir'aun meraja lela
Mengaku tuhan semesta
Namun Musa membantah
Dengan Taurat di tangannya

Tak elak Fir'aun murka
Mengejar Musa dan kaumnya
Lalu larilah mereka
Sampai tersudut di laut merah

Namun Allah menolongnya
Membelah laut dan tongkatnya
Selamatlah kaum Musa
Dan Fir'aun binasa

Muharrom....
Bulan penuh kemenangan



Penghuni Jiwa (Puisi)



PENGHUNI JIWA

Dalam jiwaku ada dua makhluk,
putih dan hitam yang slalu tarik menarik.
Si hitam penghuni jurang itu buruk,
si putih penghuni kahyangan itu baik.
Si hitam yang aku takut,
dengan rayuan menggoda dia mengusik.
Sesekali terkena bujuk,
kan sulit untuk ku berbalik.
Si putih dapat membuatnya takluk,
asal aku mau jungkir balik.



Sesekali Berotasi (Puisi)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqnw0do5pMo8JlEiaNbiCQBhgtsj5zAdPkM9Up4MEcRpw2IFfzcg4c_vcj2BJOZssose00hl8GDoOW4HvZ6OeUTMKn476q8PHYLqiMCHEsL5SxRsWiryTA0mizCksHlXSkpQWSIqmSS8w/s400/bumi.jpg



SESEKALI BEROTASI

Planet-planet berdzikir kepada Allah dengan melaju pada orbitnya,
andai saja mereka lupa seketika,
pasti kiamat tiba.
Matahari dan bulan ingat kepada Allah dengan mengikuti rotasinya,
andai mereka hilaf seketika,
sudah tentu kiamat tiba.
Sedang manusia yang sering lupa pada orbit dan rotasinya,
sudah jelas kiamat jiwa dan akalnya,
tak ingat kenapa Allah menciptanya.


Nahkoda Hawa (Puisi)



NAHKODA HAWA

Manusia tercipta sempurna,
paling sempurna dari makhluk lainnya.
Bagai perahu ada nahkoda,
nahkoda dari nafsu kita.
Bila mampu mengendalikan nafsu hawa,
dibanding malaikat manusia lebih mulia.
Namun bila nafsu menyetir manusia,
dia lebih rendah dari binatang hina.



Saturday 6 December 2014

Jubah Putih (Puisi)


JUBAH PUTIH

Ku terdampar di antah berantah,
akibat ulah nenek moyang kita.
Ku baru bisa pulang ke rumah,
bila jubahku bersih tanpa noda.
Namun jalan menuju ke sana,
penuh debu, lumpur dan tanah.
Bila si jubah terlanjur bernoda,
harus dicuci dengan kadar kekotorannya.

Labirin Kehidupan (Puisi)




LABIRIN KEHIDUPAN

Kala Manusia sudah bisa melangkah,
nampak jalan terbentang dengan dua cabang disetiap ujungnya.
Bingung datang saat bertemu persimpangan,
takut tersesat kala malam.
Hati bersih kan jadi pelitanya saat kelam,
suci akal kan jadi penunjukknya saat kebingungan.
Ada kalanya berjumpa jalan buntu nan keliru,
namun ketetapan iman kan membawanya kembali ke jalan kebenaran.
Sungguh panjang jalan ini,
berakhir sampai si manusia mati.
saat itulah dimana singgasananya kan ditemui,
dari emas berlian ataukah api.



Menadah Hujan (Puisi)



MENADAH HUJAN

Langit tiba-tiba suram bersama datangnya mendung beriringan.
Tetesan gerimis berubah menjadi guyuran hujan.
Ku buka jemari, mencoba tuk halangi agar tak berjatuhan.
Namun sia-sia.
Tetesan itu membentuk aliran, mengalir menuju sungai, berarak ke lautan.
Di sanalah semua tempat kembalinya.


Terkikis (Puisi)



TERKIKIS
Saat kata tak lagi bersuara, saat hati tak lagi berarti.
Saat tulus yang terbit bersama mentari, terhalang oleh pekatnya ingkar janji.
Waktu pun bisa menghapus prasasti yang terukir di batu karang kehampaan diri.
Harapan menyelinap menerobos awan pekat bersama pelita pagi.
Namun kata-kata yang sudah terpatri tak bermakna lagi.
Hati yang berbicara hanya berdesir bersama angin yang pergi.